Dalam Shohih Muslim Hadist 1919, sunan Nasa’i Hadist 4502, dan juga dalam Adabul Mufrod-nya Imam Bukhori hal. 17, terdapat cerita sahabat Ali r.a yang menyatakan bahwa dirinya pernah merasa diistimewakan oleh Nabi dengan apa yang ada dalam sarung pedangnya. Ternyata, apa yang ada dalam sarung pedangnya tersebut? Tidak lain adalah nasehat pitutur, acuan akhlaq dan moral atau boleh dikata pesan untuk “modal” melangsungkan pergaulan hidup manusia.
Dalam “pesan” tersebut, ada 4 perkara yang patut dan bahkan wajib diperhatikan.
Pertama: Alloh swt melaknat orang yang menyembelih hewan karena selain Alloh SWT. Kasus sesaji ala Yogja pasca gempa, kasus wadal ala Lapindo, kasus-kasus lain adalah cermin dari yang selain Alloh SWT. Bahkan Abdul Qodir Jaelani pun termasuk dalam makna selain Alloh SWT. Hal ini sebagaimana terdapat dalam Tafsir Ibnu Katsir jilid III halaman 747 pada bagian Food Noote, ketika Ibnu Katsir menjelaskan Q.S. 29:65,. Perilaku “perantara” itu sama juga dengan gambaran Musyrikin dahulu ketika “berperantara” pada berhala sebagaimana digambarkan Q.S. 39:3.
Ingatlah, hanya kepunyaan Alloh-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Alloh (berkata) : “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah SWT dengan sedekat-dekatnya.” Sesungguhnya Allah SWT akan memutuskan diantara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah SWT tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (Q.S. 39:3)
Padahal prinsip prilaku tauhid dalamIslam adalah sebagaimana gambaran Allah dalam Q.S. 6 : 162-163. Katakanlah:”Sesungguhnya sholatku, Ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan Semesta Alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri”.
Kedua: Bahwa Allah SWT melaknat orang yang mencuri atau memindah batas tanah. Bahkan dalam shohih Bukhori Hadist ke 1172 dan 1173 Rosululloh menggambarkan akibat bagi mereka yang menilap harta/tanah orang lain dengan membenamkannya ke lapis bumi yang paling dalam. Laknat ini pun berlaku bagi siapapun yang tanpa hak merampas dan atau menilap harta milik sesame. Menilap dan atau memindahkan hak milik orang lain menjadi milik pribadi tersebut semisal mengkorup harta Negara atau rakyat, menilap harta faqir miskin yatim piatu, menilap harta partai ataupun harta organisasi dan sejenis itu.
Yang ketiga: Pesan Nabi yang dianggap istimewa oleh sahabat Ali r.a adalah bahwa Allah melaknat orang yang mencaci ibu bapaknya. Boleh jadi dengan kita memaki orang tua orang lain, yang menjadi sebab orang lain memaki orang tua kita. Secara detail Adabul Mufrodnya Imam Bukhori pada hadist 9,11,13 dan 31. juga dalam shohih Muslim hadist ke 2181 yang menjelaskan tentang celakanya orang yang sempat mendapati keduanya dan atau salah satu orang tuanya telah renta, tetapi dia gagal menggapai surga Allah. Boleh dikata bersyukurlah bagi siapa yang “DITUMPANGI” orang tuanya disaat beliau sudah tua renta, sehingga dengan itu orang dapat menjadikan sebagai jalan menuju surga Allah SWT.
Dan yang ke empat : adalah bahwa Allah SWT melaknat orang yang melindungi dan atau mendukung ahli bid’ah dan kejahatan. Dalam hal ini, bahkan Imam Malik menyatakan bahwa “duduk” dengan pelaku ma’shiyat adalah lebih patut daripada “duduk” bersama dengan ahli bid’ah. Kenapa? Ternyata peluang taubatnya pelaku ma’shiyat adalah lebih mudah dan lebih terbuka dibandingkan dengan peluang taubatnya ahli bid’ah.
Sebab pelaku ma’shiyat lebih cenderung memperturutkan dorongan nafsu yang memungkinkan untuk dapat surut kembali pada kesadaran fitrahnya, akan tetapi ahli bid’ah ternayta lebih di dominasi oleh aspek kepercayaan yang salah kaprah. Semisal tahayul dan khurofat. Dan ini lebih sulit nerima ajaran agama yang sebenarnya, oleh sebab mereka lebih cenderung mengemukakan alas an yang diada-adakan.
Dari paparan singkat diatas, adakah kita termasuk dalam bagian yang TERLAKNAT? Jika “Ya” segera langsungkan Taubatan Nasuha, jika “Tidak” maka bersatulah bertahan diri di tengah maraknya kemusyrikan modern, perampasan dengan dalih RAB dan LJP, pencacian orang tua melalui perilaku tak sadar diri akan keturunan diri, dan perilaku bid’ah yang berpenampilan “hampir-hampir seperti agama yang sesungguhnya”.
Posting Komentar