Di dunia, kita diperintah oleh Allah SWT untuk mencari ilmu sejak kita lahir sampai masuk liang lahat. Dan dgn ilmu, kita dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Quran Digital

Assalamu'alaikum wr.wb !Terima kasih adalah kata yang bisa saya ucapkan kepada karena telah berkunjung ke Blog ini. Dan jika Blog ini dapat memberi tambahan ilmu, jangan lupa untuk berkunjung lagi ke Blog "Berbagi Ilmu" ini ya !

BERMAULID . . . ? ? ?

D alam pandangan awam, bermaulid nabi seakan dikesankan sebagai “penyempurna” dan bahkan “kewajiban” dalam beragama. Jangan marah, sekali lagi memang seperti itulah orang awam memandang Maulid Nabi, betapapun gelar yang dipundaknya adalah intelek, guru, gus, kyai, ustadz, ataupun gelar-gelar yang lain.

Beda halnya dengan pandangan umat Islam yang tercerahkan. Mereka biasanya memandang tradisi Maulud Nabi adalah tradisi yang memiliki muatan kesejahterahan umat Islam. Adalah Abu Said Al-Mudhofar (ipar dari Salahudin Al Ayyubi yang memiliki gagasan cemerlang dalam rangka membangkitkan semangat jihad umat Islam yang saat itu sedang dalam “bidikan” perang salib, dan bahkan Mongolia. Terasalah oleh beliau, bahwa umat telah mulai terjangkit penyakit wahn yakni cinta dunia dan takut menyongsong kematian.

Demi “penyelamatan” begitulah kira-kira bahasanya, maka Al-Mudhofar berinisiatif untuk menempuh cara yang dapat diharapkan akan mampu membangkitkan semangat juang dari umat Islam. Maka diadakanlah “lomba” membedah sejarah pahit getir dan manisnya perjalanan hidup Nabi besar Muhammad SAW. Konon, kitab yang dikarang oleh Az Ziba’I (yang selanjutnya dikenal dengan kitab dzibak) adalah termasuk karya yang masuk nominasi dalam lomba tersebut (yang pada gilirannya kitab tersebut ternyata telah disalah artikan oleh sebagian umat Islam Indonesia, sehingga dengan kitab itu sama sekali tidak menumbuhkan juang li’laikulimatillah).

Biasanya, dari sudut pandang kesejarahan inilah kalangan umat Islam yang tercerahkan menatap tradisi bermaulid nabi. Sehingga ada kalangan yang memaknai maulid nabi dengan tetap menjunjung tinggi “tujuan kesejarahannya”. Yakni diharapkan akan “TUMBUHNYA SEMANGAT JUANG DARI UMAT ISLAM TERHADAP KEBENARAN AGAMANYA”Untuk itu ragam strategi dirancang dan diujicobakan, dimulai dari membedah kuluhuran Nabi dari sisi kelahirannya prilaku sosialnya, prilaku politiknya, prilaku ubudiyahnya, muamalahnya, dan bahkan prinsip aqidahnya. Kadang juga dibedah kepurnaan ajaran pewahyuan Allah atas Nabi melalui Al-Maidah ayat 3 juga riwayat tetesan air mata beliau saat mendengar bacaan Ibnu Mas’ud atas surat An-Nisa’ ayat 41. Prinsip syahadahpun ditebar agar dikenal oleh umat Islam melalui terminologi jihad. Penghargaan atas para syuhadak hingga keluhuran-keluhuran lainnya sebagaimana dalam surat Ali Imron ayat 169-173. Konsep siasah dan atau kenegaraanpun tidak ketinggalan juga dikabarkan agar dikenal oleh umat Islam. Konsep ukhrowipun demikian adanya. Dan ragam strategi lainnya.

Tetapi apakah hasilnya……? Untuk sementara lagi-lagi kita harus berucap bahwa, tradisi makanan dalam nuansa bermaulid di Indonesia ternyata masih begitu kokoh. Para pemandu “makanan” dalam bermaulid nabi, masih kuat bertengger di menara gading keawaman umat ini. dan birokrasi “makanan” masih begitu digjaya.

Tetapi lagi-lagi kita memang masih harus bertahan, bahwa perjuangan untuk kembali pada Al-Qur’an dan As Sunnah belumlah selesai. Jalan terjal masih……..terjal di depan mata. Liku-liku tajam perjuangan masih harus kita hadapi dengan hati-hati. Dan ini tidak berakhir, meski banyak kalangan yang belum bisa menyukai sebagaimana Allah berfirman yang Artinya: “Dialah yang mengutus RasulNya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci”. (Q.S As – Shof ayat 9)

Terakhir, mari kita renungkan firman Allah yang artinya : “(yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi (Muhammad SAW) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurot dan Injil di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung”.





Apa kewajiban seorang pemimpin :


1. Kekuatan ilmu dan kekuatan jasmani.

Tipe pemimpin yang Allah kehendaki adalah orang yang diberi oleh Allah dengan kekuatan ilmu kepemimpinan dan kekuatan jasmani, kedua kekuatan ini ialah sebagai sarana pendukung, keberanian dan kepeloporan serta kemampuan menggalang rakyat kepada kebaikan. sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqoroh : 247)

2. Kekuatan, keyakinan dan kesabaran

Kaum Mukminin akan mencapai derajat tertinggi dalam agamanya adalah derajat kepemimpinan yang selevel dengan derajat para Shiddiqin bila mereka itu, sabar dalam membekali dirinya dengan ilmu agama dan sabar dalam beramal yang mencapai keyakinan yang kuat. Firman Allah yang artinya : “Dan kami jadikan diantara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.” (Q.S. As Sajadah : 24)

3. Bertanggung jawab terhadap nasib penderitaan ummatnya dengan mempelopori perjuangan perbaikan nasib rakyat.

4. Bersungguh-sungguh dalam membangkitkan semangat rakyat untuk berbuat kebaikan serta mencegah dan membahas segala bentuk kemungkaran. Allah berfirman surat Al Hajj ayat 40-41.

5. Menyayangi ummatnya dan selalu mendo’akan kebaikan bagi ummatnya. “Dari Auf Bin Malik dari Rosulullah SAW bersabda : Sebaik-baik pemimpin kalian ialah yang kalian mencintainya dan dia mencintai kalian. Dia mendo’akan kebaikan kalian dan kalian mendo’akan-nya dengan kebaikan. Sejelek-jelek pemimpin kalian ialah yang kalian membencinya dan ia membenci kalian. Kalian mengutuk nya dan ia mengutuk kalian. (H.R. Muslim dalam shohihnya Kitabul Imaroh).

Itulah kriteria pemimpin dalam Al-Qur’an dan Al Hadist. Kita sebagai ummat Muhammad selayaknya-lah kita harus berusaha menjadi pemimpin yang dijelaskan Allah dan Rasul-Nya. Wallahu ‘Alam Bishawab.

0 Response to " "

Posting Komentar