Di dunia, kita diperintah oleh Allah SWT untuk mencari ilmu sejak kita lahir sampai masuk liang lahat. Dan dgn ilmu, kita dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Quran Digital

Assalamu'alaikum wr.wb !Terima kasih adalah kata yang bisa saya ucapkan kepada karena telah berkunjung ke Blog ini. Dan jika Blog ini dapat memberi tambahan ilmu, jangan lupa untuk berkunjung lagi ke Blog "Berbagi Ilmu" ini ya !

AKHWAT SEJATI




Seorang anak laki-laki cilik bertanya pada Ayahnya
“Abi…ceritakan padaku tentang Akhwat Sejati”
Sang Ayah pun menoleh dan tersenyum seraya menjawab

Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari kecantikan paras wajahnya, tetapi dari
kecantikan hati yang ada dibaliknya.

Akhwat Sejati bukan dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona, tapi dilihat dari
sejauh mana Ia menutupi bentuk tubuhnya.

Akhwat Sejati bukan dilihat dari begitu banyak kebaikan yang diberikan, tetapi dari
keikhlasan Ia memberikan kebaikan itu.

Akhwat Sejati bukan dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dari
apa yang sering mulutnya bicarakan.

Akhwat Sejati bukan dilihat dari keahlIannya berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya berbicara.

Sang Ayah terdIam sembari menatap putrinya
“Lantas apa lagi Abi…?”
Ketahuilah putraku….

Akhwat Sejati bukan dilihat dari keberaniannya berpakaian, tetapi dilihat dari
sejauh mana Ia berani mempertaruhkan kehormatannya.

Akhwat Sejati bukan dilihat dari kekhawatirannya digoda orang di jalan, tetapi dilihat dari
kekhawatirannya yang mengundang orang jadi tergoda.

Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujIan yang Ia jalani, tetapi dilihat dari
sejauh mana Ia menghadapi ujian itu dengan Syukur.

Dan Ingatlah…!!!

Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari sifat supelnya dalam bergaul, tetapi dilihat dari
sejauh mana Ia bisa menjaga kehormatannya dalam bergaul.

Setelah itu Sang anak kembali bertanya
“Siapakah yang dapat menjadi kriteria seperti itu Abi…?”
Sang Ayah memberikan sebuah buku dan berkata

“Pelajarilah mereka!!”
Sang anak pun mengambil buku itu dan terlihat sebuah tulisan
“ISTRI PARA NABI”

Meski kita bukanlah salah satu dari Istri Nabi
Tapi meneladaninya adalah sebuah bentuk kecintaan kita terhadap
Allah SWT
Selengkapnya...

WANITA-WANITA ITU




Seringkali kita mendengar nama Ummu Yasir, Ummu Sulaim, Ummu Amarah, ataupun Khansa’ ridhwanallah ‘alaihinna. Merekalah wanita-wanita yang merasakan sentuhan langsung tarbiyah nabawiyah, mereka adalah bagian dari generasi terbaik dalam kurun terbaik yang pernah ada dalam sejarah peradaban manusia. Tapi Islam dan warisan kenabian Muhammad saw, tidak berakhir pada kurun tersebut, ia terus bergerak bersama putaran roda zaman. Maka sejarah Islampun bertaburan nama-nama para pahlawan wanita dari berbagai zaman. Inilah beberapa diantaranya :

- Jullanar, hidup pada abad ke-7 H / 13 M, sepupu dan istri dari salah seorang panglima terbesar dalam sejarah Islam, Mudzaffar Qutz. Kedudukan dan nasabnya yang mulia tidak menghalanginya untuk ikut berlumur debu dalam jihad fisabilillah. Pada perang ‘Ain Jalut yang merupakan turning point kekuatan muslimin dalam menghadapi ekspansi Mongol, ia turut bertempur di medan perang hingga mendapatkan syahid.
Dikisahkan bahwa pada saat mendekati kematiannya, sang suami datang dan berseru padanya “Wahai kasihku !”, ia pun membalas dengan kata-kata yang mencerminkan kedalaman imannya, “Jangan kau katakan itu, tapi katakanlah duhai Islam”, dan pada hari itu , 25 Ramadhan 658 H / 6 Desember 1260 M, terangkatlah ruhnya ke surga, bergabung dengan kafilah para syuhada.

- Syaikhah Rahmah Al-Yunusiah, ia adalah permata Islam dari generasi muta’akhirin. Berbahagialah para muslimah di Indonesia karena memiliki hubungan kebangsaan dengan wanita asal Minangkabau ini. Pada tanggal 1 November 1923 M mendirikan Madrasah lil Banat (Perguruan Diniyah Putri) di Padangpanjang. Murid-murid sekolahnya yang berasal dari seantero Asia Tenggara tidak hanya diajari ilmu-ilmu keagamaan, tapi juga dididik untuk menghadapi penjajahan Belanda. Sikap perlawanan itu juga ditunjukannya dengan menolak bantuan dari pemerintah kolonial Belanda.
Sekolah putri yang beliau dirikan diadopsi oleh Al-Azhar sebagai model untuk sekolah Al-Azhar untuk putri (sekolahnya Noura dalam novel Ayat-Ayat Cinta, he he). Sebagai penghargaan, Al-Azhar memberikan gelar Syaikhah (Syaikh wanita) kepada beliau, tidak ada wanita lain hingga kini yang pernah mendapatkan gelar tersebut dari Al-Azhar.

- Prof. Dr. Aisyah Abdurrahman Bintu Syathi, jika anda adalah penggemar karya-karya Quraish Shihab, nama Bintu Syathi tentu tidak asing lagi. Buku-bukunya kini menjadi rujukan bagi para mahasiswa tafsir dan sastra Arab. Karya tafsirnya, Tafsir Bintu Syathi, mungkin adalah satu-satunya kitab tafsir terkemuka yang pernah ditulis oleh seorang wanita. Pada tahun 1960-an beliau sering memberi kuliah dihadapan para sarjana di Roma, Aljazair, Baghdad, Khartoum, New Delhi, Rabat, dll. Tidak hanya menulis tentang tafsir, beliau juga melakukan studi tentang penyair-penyair kenamaan dari Arab. Beliau juga menulis biografi ibunda Rasulullah, para istri, para putri dan keturunan perempuan dari baginda Rasul. Tulisannya juga mencakup isu-isu kontemporer, termasuk perjuangan melawan imperialisme dan zionisme.
Lahir di Dumyat, delta Sungai Nil dan menyelesaikan pendidikan tinggi di Universitas Fuad I, Kairo. Beliau pernah menjabat sebagai guru besar ilmu-ilmu Al-Qur’an di Universitas Qarawiyin dan guru besar sastra Arab di Universitas Kairo. Warisan terbesarnya selain kitab-kitab karyanya adalah metode yang digunakannya dalam menafsirkan Al-Qur’an (yang ia akui diperoleh dari guru besarnya di Universitas Fuad I yang kemudian menjadi suaminya, Amin al Khuuli).

- Lois Lamya Al-Faruqi, istri dari salah seorang cendekiawan muslim terbesar abad lalu, Ismail Raji’ Al-Faruqi. Dilahirkan pada tanggal 25 Juli 1926, memperoleh gelar B.A dalam bidang musik dari University of Montana (1948) dan M.A dalam bidang yang sama dari Indiana University (1949) dan selanjutnya menjadi staf pengajar di Indiana University. Beliau adalah seorang ahli dalam bidang seni dan budaya Islam, juga menulis beberapa artikel untuk menjelaskan posisi wanita dalam Islam dan mengkoreksi kekeliruan gerakan feminisme yang melanda dunia Islam. Bersama suaminya, beliau juga aktif mengkampanyekan kemerdekaan Palestina. Menjadi co-author bagi suaminya dalam penyusunan The Cultural Atlas of Islam, salah satu karya monumental dalam khazanah budaya Islam.
Buku tersebut benar-benar menjadi warisan terakhir dari mereka, sebab beberapa bulan setelah penerbitan buku tersebut, tepatnya 27 Mei 1986, sekawanan perampok (yang ditengarai sebagai agen-agen Mossad) menyusup masuk ke apartemen mereka dan membunuh mereka berdua. Namanya kini diabadikan oleh Society of Ethnomusicology, Indiana University sebagai nama penghargaan bagi mereka yang berkontribusi dalam bidang musikologi di dunia Islam.

Keempat nama di atas hanyalah sedikit dari mereka yang tidak hidup bersama Rasulullah, tapi insya Allah akan dikumpulkan bersama Rasulullah saw karena iman, ilmu, dan jihad yang mereka lakukan. Selama pelita Islam masih menyala, selalu akan lahir wanita-wanita luar biasa yang turut tampil mengusung panji-panji Islam dan menegakkan bangunan madrasah nabawiyah.
“ Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain……” (Ali Imran : 195)

Kaum wanita adalah saudara kaum laki-laki dalam keimanan (Hadits)
Selengkapnya...

SUBHANALLAH...


Seperti yang telah biasa dilakukannya ketika salah satu sahabatnya
meninggal dunia Rosulullah mengantar jenazahnya sampai ke kuburan. Dan
pada saat pulangnya disempatkannya singgah untuk menghibur dan menenangkan
keluarga almarhum supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musibah
itu.Kemudian Rosulullah berkata,”tidakkah almarhum mengucapkan wasiat
sebelum wafatnya?” Istrinya menjawab, saya mendengar dia mengatakan
sesuatu diantara dengkur nafasnya yang tersengal-sengal menjelang ajal”

“Apa yang di katakannya?”

“saya tidak tahu, ya Rosulullah, apakah ucapannya itu sekedar rintihan
sebelum mati, ataukah pekikan pedih karena dasyatnya sakaratul maut. Cuma,
ucapannya memang sulit dipahami lantaran merupakan kalimat yang
terpotong-potong.”

“Bagaimana bunyinya?” desak Rosulullah.

Istri yang setia itu menjawab,”suami saya mengatakan “Andaikata lebih
panjang lagi….andaikata yang masih baru….andaikata semuanya….” hanya
itulah yang tertangkap sehingga kami bingung dibuatnya. Apakah
perkataan-perkataan itu igauan dalam keadaan tidak sadar,ataukah
pesan-pesan yang tidak selesai?”
Rosulullah tersenyum.”sungguh yang diucapkan suamimu itu tidak
keliru,”ujarnya.

Kisahnya begini. pada suatu hari ia sedang bergegas akan ke masjid untuk
melaksanakan shalat jum’at. Ditengah jalan ia berjumpa dengan orang buta
yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang
menuntun. Maka suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala
hendak menghembuskan nafas penghabisan, ia menyaksikan pahala amal
sholehnya itu, lalu iapun berkata “andaikan lebih panjang lagi”.Maksudnya,
andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang lagi, pasti pahalanya lebih
besar pula.

Ucapan lainnya ya Rosulullah?”tanya sang istri mulai tertarik.
Nabi menjawab,”adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala, ia
melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia
pergi ke masjid pagi-pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, di tepi jalan ia
melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati
kedinginan. Kebetulan suamimu membawa sebuah mantel baru, selain yang
dipakainya. Maka ia mencopot mantelnya yang lama, diberikannya kepada
lelaki tersebut. Dan mantelnya yang baru lalu dikenakannya. Menjelang
saat-saat terakhirnya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu
sehingga ia pun menyesal dan berkata, “Coba andaikan yang masih baru yang
kuberikan kepadanya dan bukan mantelku yang lama, pasti pahalaku jauh
lebih besar lagi”.Itulah yang dikatakan suamimu selengkapnya.

Kemudian, ucapannya yang ketiga, apa maksudnya, ya Rosulullah?” tanya sang
istri makin ingin tahu. Dengan sabar Nabi menjelaskan,”ingatkah kamu pada
suatu ketika suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta
disediakan makanan? Engkau menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur
dengan daging. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba seorang
musyafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu lantas membagi
rotinya menjadi dua potong, yang sebelah diberikan kepada musyafir itu.
Dengan demikian, pada waktu suamimu akan nazak, ia menyaksikan betapa
besarnya pahala dari amalannya itu. Karenanya, ia pun menyesal dan berkata
‘ kalau aku tahu begini hasilnya, musyafir itu tidak hanya kuberi separoh.
Sebab andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti ganjaranku akan
berlipat ganda. Memang begitulah keadilan Tuhan. Pada hakekatnya, apabila
kita berbuat baik, sebetulnya kita juga yang beruntung, bukan orang lain.
Lantaran segala tindak-tanduk kita tidak lepas dari penilaian Allah. Sama
halnya jika kita berbuat buruk. Akibatnya juga akan menimpa kita
sendiri.Karena itu Allah mengingatkan: “kalau kamu berbuat baik,
sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Danjika kamu berbuat buruk,
berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula.”(surat Al Isra’:7)
Menyiasati Emosi Marah Dalam Keluarga
9 May 2006 at 9:11 am | Posted in Artikel Islami | Comments Off

KEHIDUPAN dalam keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak itu sangat
berpeluang untuk memancing rasa marah. Penyebabnya, bisa macam-macam.
Mulai dari yang sepele sampai yang serius. Sebenarnya marah adalah reaksi
emosional yang sangat wajar, seperti juga perasaan takut, sedih dan rasa
bersalah. Hanya biasanya kemarahan itu memunculkan dampak langsung yang
lebih merusak.

Menurut Heman Elia, seorang psikolog, menuntut agar anak tidak marah bukan
saja tidak realistis, namun juga kurang sehat. Anak yang kurang mampu
memperlihatkan rasa marah dapat menderita cacat cukup serius dalam
hubungan sosialnya kelak. Ia mungkin akan tampak seolah tidak memiliki
daya tahan atau kekuatan untuk membela diri dalam menghadapi tekanan
sosial. Akibatnya, ia mudah terpengaruh dan mudah menjadi objek manipulasi
orang lain.

Dengan demikian, kita harus bersikap bijaksana dalam menyikapi kemarahan
seorang anak. Caranya yaitu dengan membantu anak untuk menyatakan
kemarahan secara wajar dan proporsional. Heman Elia, menyarankan dalam
mengajar anak mengungkapkan kemarahannya haruslah dimulai sedini mungkin.
Terutama sejak anak mulai dapat berkata-kata. Kuncinya adalah agar anak
menyatakan kemarahan dalam bentuk verbal.

Yang jelas, pada saat marah menguasai seseorang, maka akan terjadi
ketidakseimbangan pikiran manusia berupa hilangnya kemampuan untuk
berpikir sehat. Atas alasan inilah, barangkali kenapa Sayyid Mujtaba M.L.
mengungkapkan kejahatan merupakan perwujudan dari kepribadian yang tidak
seimbang. Ketika seorang individu kehilangan pengawasan atas akalnya, maka
ia juga akan kehilangan kendali atas kehendak dan dirinya sendiri. Manusia
tersebut tidak hanya lepas dari kendali akal, tetapi juga kehilangan
perannya sebagai unsur yang produktif dalam kehidupan dan pada gilirannya
berubah menjadi makhluk sosial yang berbahaya.

Ada beberapa alasan mengapa seseorang dianggap penting untuk mengendalikan
marah dalam kehidupan kesehariannya. Pertama, marah menyebabkan tercela.
Timbulnya sikap marah, biasanya akan melahirkan suatu perasaan menyesal
setelah marahnya berhenti. Dr. Mardin menguraikan, seseorang yang sedang
marah, apa pun alasannya akan menyadari ketidakberartian hal itu segera
setelah ia tenang, dan dalam kebanyakan kasus ia akan merasa harus meminta
maaf kepada mereka yang telah ia hina. Untuk itu, tepatlah apa yang
dikatakan Imam Ja’far Ash-Shadiq as, yaitu “Hindarilah amarah, karena hal
itu akan menyebabkan kamu tercela.”

Kedua, marah dapat membinasakan hati. Marah itu tidak lain merupakan salah
satu penyakit hati yang kalau dibiarkan akan dapat merusak diri secara
keseluruhan. Imam Ja’far Ash-Shadiq as berkata, “Amarah membinasakan hati
dan kebijaksanaan, barangsiapa yang tidak dapat menguasainya, maka ia
tidak akan dapat mengendalikan pikirannya.”

Ketiga, marah dapat mengubah fungsi organ tubuh. Berkait dengan ini, Dr.
Mann menyebutkan berdasarkan penyelidikan ilmiah mengenai pengaruh
fisiologis akibat kecemasan (baca: marah-Pen) telah mengungkapkan adanya
berbagai perubahan dalam seluruh anggota tubuh seperti hati, pembuluh
darah, perut, otak dan kelenjar-kelenjar dalam tubuh. Seluruh jalan fungsi
tubuh yang alamiah berubah pada waktu marah. Hormon adrenalin dan
hormon-hormon lainnya menyalakan bahan bakar pada saat marah muncul.

Keempat, marah akan “mempercepat” kematian. Amarah yang terjadi pada
seseorang akan memengaruhi atas kualitas kesehatannya. Menurut para ahli
kesehatan, amarah dapat menyebabkan kematian secara mendadak jika hal itu
mencapai tingkat kehebatan tertentu. Imam Ali as pernah berkata,
“Barangsiapa yang tidak dapat menahan amarahnya, maka akan mempercepat
kematian.” Berkait dengan pengendalian marah, secara umum seperti diungkap
Drs. Karman ada empat kiatnya, yaitu: Pertama, bila Anda sedang marah maka
hendaklah membaca “ta’awwudz” (memohon perlindungan) kepada Allah SWT,
sebab pada hakikatnya perasaan marah yang tidak terkendali adalah dorongan
setan. Nabi saw. bersabda, “Apabila salah seorang di antaramu marah maka
katakanlah: ‘Aku berlindung kepada Allah’, maka marahnya akan menjadi
reda”. (HR Abi Dunya).

Kedua, bila Anda sedang marah maka berusahalah untuk diam atau tidak
banyak bicara, sebagaimana sabda Nabi saw., “Apabila salah seorang di
antara kamu marah maka diamlah.” (HR Ahmad).

Ketiga, bila Anda sedang marah dalam keadaan berdiri maka duduklah, bila
duduk masih marah maka berbaringlah. Hal tersebut ditegaskan oleh Nabi
saw., “Marah itu dari setan, maka apabila salah seorang di antaramu marah
dalam keadaan berdiri duduklah, dan apabila dalam keadaan duduk maka
berbaringlah.” (HR Asy-Syaikhany).

Keempat, bila upaya ta’awwudz, diam, duduk, dan berbaring tidak mampu
mengendalikan amarah Anda, maka upaya terakhir yang bisa dilakukan adalah
dengan cara berwudu atau mandi. Sebagaimana sabda Nabi saw., “Sesungguhnya
marah itu dari setan dan setan terbuat dari api. Dan api hanya bisa
dipadamkan oleh air. Oleh karena itu, apabila seorang di antaramu marah
maka berwudulah atau mandilah.” (HR Ibnu Asakir, Mauquf).

Menyiasati marah

Manakala seorang anak kecil merasa kecewa tanpa Anda memarahinya dengan
kasar, menurut Dr. Victor Pashi, Anda dapat menekan amarah tersebut dengan
memandikannya menggunakan air dingin atau menyelimutinya dengan kain
lembab atau basah.

Lebih dari itu, Jaudah Muhammad Awwad, dalam Mendidik Anak Secara Islam,
mengungkapkan, pada anak, faktor pemicu kemarahan lebih berkisar pada
pembatasan gerak, beban yang terlalu berat dan di luar kemampuan anak.
Misalnya menjauhkan anak dari sesuatu yang disukainya, atau memaksa anak
untuk mengikuti tradisi atau sistem yang ditetapkan.

Oleh sebab itu, Jaudah menyarankan beberapa hal yang patut diperhatikan
dalam mengatasi kemarahan yang timbul pada anak-anak, di antaranya adalah:

Tidak membebani anak dengan tugas yang melebihi kemampuannya. Kalaupun
tugas itu banyak atau pekerjaan yang di luar kemampuannya itu harus
diberikan, kita harus memberikannya secara bertahap dan berupaya agar anak
menerimanya dengan senang.
Ciptakan ketenangan anak karena emosi yang dipancarkan anggota keluarga,
terutama ayah dan ibu, akan terpancar juga dalam jiwa anak-anak.
Hindarkan kekerasan dan pukulan dalam mengatasi kemarahan anak karena itu
akan membentuk anak menjadi keras dan cenderung bermusuhan.
Gunakan cara-cara persuasif, lembut, kasih sayang, dan pemberian hadiah.
Ketika anak kita dalam keadaan marah, bimbinglah tangannya menuju tempat
wudu dan ajaklah dia berwudu atau mencuci mukanya. Jika dia marah sambil
berdiri, bimbinglah agar dia mau duduk.
Sementara itu upaya pengendalian marah dalam hubungan suami-istri,
sebenarnya lebih ditekankan pada bagaimana mengendalikan ego
masing-masing. Kunci utamanya adalah berusaha dengan membangun iklim
keterbukaan dan kasih sayang di antara keduanya. Begitu pula halnya dengan
anggota keluarga lainnya, seperti dengan anak-anak.

Cara menyiasatinya, ketika salah satu pihak (terpaksa) marah, maka
hendaknya pihak lainnya harus mampu untuk mengekang keinginan membalas
kemarahannya. Sikap kita lebih baik diam. Karena diam ketika suasana marah
merupakan upaya yang efektif dalam mengendalikan marah agar keburukannya
tidak menyebar ke lingkungan sekitarnya.

Akhirnya, ketika seseorang tidak dapat berpikir sehat akibat marah, maka
sebaiknya orang tersebut tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang mungkin
akan disesalinya kemudian. Sebagai alat untuk menekan marah dan
menghindarkan akibat-akibatnya, Imam Ali as telah memerintahkan agar kia
bersabar. Wallahu’alam
Selengkapnya...

MENYIASATI EMOSI MARAH DALAM KELUARGA


KEHIDUPAN dalam keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak itu sangat
berpeluang untuk memancing rasa marah. Penyebabnya, bisa macam-macam.
Mulai dari yang sepele sampai yang serius. Sebenarnya marah adalah reaksi
emosional yang sangat wajar, seperti juga perasaan takut, sedih dan rasa
bersalah. Hanya biasanya kemarahan itu memunculkan dampak langsung yang
lebih merusak.

Menurut Heman Elia, seorang psikolog, menuntut agar anak tidak marah bukan
saja tidak realistis, namun juga kurang sehat. Anak yang kurang mampu
memperlihatkan rasa marah dapat menderita cacat cukup serius dalam
hubungan sosialnya kelak. Ia mungkin akan tampak seolah tidak memiliki
daya tahan atau kekuatan untuk membela diri dalam menghadapi tekanan
sosial. Akibatnya, ia mudah terpengaruh dan mudah menjadi objek manipulasi
orang lain.

Dengan demikian, kita harus bersikap bijaksana dalam menyikapi kemarahan
seorang anak. Caranya yaitu dengan membantu anak untuk menyatakan
kemarahan secara wajar dan proporsional. Heman Elia, menyarankan dalam
mengajar anak mengungkapkan kemarahannya haruslah dimulai sedini mungkin.
Terutama sejak anak mulai dapat berkata-kata. Kuncinya adalah agar anak
menyatakan kemarahan dalam bentuk verbal.

Yang jelas, pada saat marah menguasai seseorang, maka akan terjadi
ketidakseimbangan pikiran manusia berupa hilangnya kemampuan untuk
berpikir sehat. Atas alasan inilah, barangkali kenapa Sayyid Mujtaba M.L.
mengungkapkan kejahatan merupakan perwujudan dari kepribadian yang tidak
seimbang. Ketika seorang individu kehilangan pengawasan atas akalnya, maka
ia juga akan kehilangan kendali atas kehendak dan dirinya sendiri. Manusia
tersebut tidak hanya lepas dari kendali akal, tetapi juga kehilangan
perannya sebagai unsur yang produktif dalam kehidupan dan pada gilirannya
berubah menjadi makhluk sosial yang berbahaya.

Ada beberapa alasan mengapa seseorang dianggap penting untuk mengendalikan
marah dalam kehidupan kesehariannya. Pertama, marah menyebabkan tercela.
Timbulnya sikap marah, biasanya akan melahirkan suatu perasaan menyesal
setelah marahnya berhenti. Dr. Mardin menguraikan, seseorang yang sedang
marah, apa pun alasannya akan menyadari ketidakberartian hal itu segera
setelah ia tenang, dan dalam kebanyakan kasus ia akan merasa harus meminta
maaf kepada mereka yang telah ia hina. Untuk itu, tepatlah apa yang
dikatakan Imam Ja’far Ash-Shadiq as, yaitu “Hindarilah amarah, karena hal
itu akan menyebabkan kamu tercela.”

Kedua, marah dapat membinasakan hati. Marah itu tidak lain merupakan salah
satu penyakit hati yang kalau dibiarkan akan dapat merusak diri secara
keseluruhan. Imam Ja’far Ash-Shadiq as berkata, “Amarah membinasakan hati
dan kebijaksanaan, barangsiapa yang tidak dapat menguasainya, maka ia
tidak akan dapat mengendalikan pikirannya.”

Ketiga, marah dapat mengubah fungsi organ tubuh. Berkait dengan ini, Dr.
Mann menyebutkan berdasarkan penyelidikan ilmiah mengenai pengaruh
fisiologis akibat kecemasan (baca: marah-Pen) telah mengungkapkan adanya
berbagai perubahan dalam seluruh anggota tubuh seperti hati, pembuluh
darah, perut, otak dan kelenjar-kelenjar dalam tubuh. Seluruh jalan fungsi
tubuh yang alamiah berubah pada waktu marah. Hormon adrenalin dan
hormon-hormon lainnya menyalakan bahan bakar pada saat marah muncul.

Keempat, marah akan “mempercepat” kematian. Amarah yang terjadi pada
seseorang akan memengaruhi atas kualitas kesehatannya. Menurut para ahli
kesehatan, amarah dapat menyebabkan kematian secara mendadak jika hal itu
mencapai tingkat kehebatan tertentu. Imam Ali as pernah berkata,
“Barangsiapa yang tidak dapat menahan amarahnya, maka akan mempercepat
kematian.” Berkait dengan pengendalian marah, secara umum seperti diungkap
Drs. Karman ada empat kiatnya, yaitu: Pertama, bila Anda sedang marah maka
hendaklah membaca “ta’awwudz” (memohon perlindungan) kepada Allah SWT,
sebab pada hakikatnya perasaan marah yang tidak terkendali adalah dorongan
setan. Nabi saw. bersabda, “Apabila salah seorang di antaramu marah maka
katakanlah: ‘Aku berlindung kepada Allah’, maka marahnya akan menjadi
reda”. (HR Abi Dunya).

Kedua, bila Anda sedang marah maka berusahalah untuk diam atau tidak
banyak bicara, sebagaimana sabda Nabi saw., “Apabila salah seorang di
antara kamu marah maka diamlah.” (HR Ahmad).

Ketiga, bila Anda sedang marah dalam keadaan berdiri maka duduklah, bila
duduk masih marah maka berbaringlah. Hal tersebut ditegaskan oleh Nabi
saw., “Marah itu dari setan, maka apabila salah seorang di antaramu marah
dalam keadaan berdiri duduklah, dan apabila dalam keadaan duduk maka
berbaringlah.” (HR Asy-Syaikhany).

Keempat, bila upaya ta’awwudz, diam, duduk, dan berbaring tidak mampu
mengendalikan amarah Anda, maka upaya terakhir yang bisa dilakukan adalah
dengan cara berwudu atau mandi. Sebagaimana sabda Nabi saw., “Sesungguhnya
marah itu dari setan dan setan terbuat dari api. Dan api hanya bisa
dipadamkan oleh air. Oleh karena itu, apabila seorang di antaramu marah
maka berwudulah atau mandilah.” (HR Ibnu Asakir, Mauquf).

Menyiasati marah

Manakala seorang anak kecil merasa kecewa tanpa Anda memarahinya dengan
kasar, menurut Dr. Victor Pashi, Anda dapat menekan amarah tersebut dengan
memandikannya menggunakan air dingin atau menyelimutinya dengan kain
lembab atau basah.

Lebih dari itu, Jaudah Muhammad Awwad, dalam Mendidik Anak Secara Islam,
mengungkapkan, pada anak, faktor pemicu kemarahan lebih berkisar pada
pembatasan gerak, beban yang terlalu berat dan di luar kemampuan anak.
Misalnya menjauhkan anak dari sesuatu yang disukainya, atau memaksa anak
untuk mengikuti tradisi atau sistem yang ditetapkan.

Oleh sebab itu, Jaudah menyarankan beberapa hal yang patut diperhatikan
dalam mengatasi kemarahan yang timbul pada anak-anak, di antaranya adalah:

Tidak membebani anak dengan tugas yang melebihi kemampuannya. Kalaupun
tugas itu banyak atau pekerjaan yang di luar kemampuannya itu harus
diberikan, kita harus memberikannya secara bertahap dan berupaya agar anak
menerimanya dengan senang.
Ciptakan ketenangan anak karena emosi yang dipancarkan anggota keluarga,
terutama ayah dan ibu, akan terpancar juga dalam jiwa anak-anak.
Hindarkan kekerasan dan pukulan dalam mengatasi kemarahan anak karena itu
akan membentuk anak menjadi keras dan cenderung bermusuhan.
Gunakan cara-cara persuasif, lembut, kasih sayang, dan pemberian hadiah.
Ketika anak kita dalam keadaan marah, bimbinglah tangannya menuju tempat
wudu dan ajaklah dia berwudu atau mencuci mukanya. Jika dia marah sambil
berdiri, bimbinglah agar dia mau duduk.
Sementara itu upaya pengendalian marah dalam hubungan suami-istri,
sebenarnya lebih ditekankan pada bagaimana mengendalikan ego
masing-masing. Kunci utamanya adalah berusaha dengan membangun iklim
keterbukaan dan kasih sayang di antara keduanya. Begitu pula halnya dengan
anggota keluarga lainnya, seperti dengan anak-anak.

Cara menyiasatinya, ketika salah satu pihak (terpaksa) marah, maka
hendaknya pihak lainnya harus mampu untuk mengekang keinginan membalas
kemarahannya. Sikap kita lebih baik diam. Karena diam ketika suasana marah
merupakan upaya yang efektif dalam mengendalikan marah agar keburukannya
tidak menyebar ke lingkungan sekitarnya.

Akhirnya, ketika seseorang tidak dapat berpikir sehat akibat marah, maka
sebaiknya orang tersebut tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang mungkin
akan disesalinya kemudian. Sebagai alat untuk menekan marah dan
menghindarkan akibat-akibatnya, Imam Ali as telah memerintahkan agar kia
bersabar. Wallahu’alam
Selengkapnya...

TUJUAN MANUSIA DICIPTAKAN



Tujuan Manusia Diciptakan

>> Pertanyaan :

Apa tujuan penciptaan manusia?

>> Jawaban :

Sebelum menjawab pertanyaan ini, saya ingin meng-ingatkan pada kaidahumum tentang apa yang diciptakan Allah Ta'ala dan apa yangdisyariatkan-Nya. Kaidah ini diambil dari firman Allah Ta'ala:

Sesungguhnya Dialah yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. [Yusuf:83], dan firman-Nya:

Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. [Al-Ahzab:1] serta ayat-ayat lainnya yang menunjukkan tentang pene-tapan hikmahAllah Ta'ala pada apa yang diciptakan-Nya dan apa yangdisyariatkan-Nya, yaitu ketentuan-ketentuan-Nya dalam penciptaan dansyariat. Sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang diciptakan AllahTa'ala kecuali ada hikmahnya, baik itu dalam hal mengadakannya ataupunmeniadakannya, dan tidak ada sesuatu pun yang disyariatkan AllahTa'ala kecuali untuk suatu hikmah, baik itu yang diwajibkan, atau yangdiha-ramkan ataupun yang dibolehkan.

Namun kadang-kadang hikmah-hikmah yang tercakup dalam hikmahpenciptaan dan pensyariatan itu kita ketahui, kadang pula tidak kitaketahui dan ada pula yang hanya diketahui oleh sebagian orang sajasesuai dengan ilmu dan pemahaman yang diberikan Allah Ta'ala kepadamereka. Demikianlah, maka kami katakan; bahwa sesungguh-nya AllahTa'ala menciptakan jin dan manusia untuk suatu hikmah yang agung dantujuan yang mulia, yaitu untuk beribadah [menghamba] kepada-Nya,sebagaimana firman-Nya:

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya merekamenyembah-Ku. [Adz-Dzariyat: 56].

Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamusecara main-main [saja], dan bahwa kamu tidak akan dikembali-kankepada Kami[Al-Mukminun: 115].

Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja [tanpapertanggungjawaban][Al-Qiyamah: 36].

Dan masih banyak ayat-ayat lainnya yang menunjukkan bahwa Allah Ta'alamempunyai hikmah yang agung dalam penciptaan jin dan manusia, yaituuntuk beribadah kepada-Nya.

Ibadah adalah tunduk dan patuh kepada Allah Ta'ala dengan penuhkecintaan dan pengagungan dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya danmenjauhi larangan-larangan-Nya sesuai dengan tuntunan yang ditetapkandalam syariat-syariat-Nya. Allah Ta'ala berfirman,

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah denganmemurnikan ketaatan kepada-Nya dalam [menjalankan] agama yang lurus.[Al-Bayyinah: 5].

Jadi, itulah hikmah penciptaan jin dan manusia. Dan berdasarkan ini,maka barangsiapa yang membelakangi Rabbnya dan enggan beriba-dahkepada-Nya, berarti ia telah mencampakkan hikmah penciptaan para hamba,dan perbuatannya itu berarti persaksiannya bahwa Allah Ta'ala telahmenciptakan makhluk dengan sia-sia, kendati hal itu tidakdinyata-kannya, namun telah menunjukkan keangkuhan dan kesombongannyauntuk taat kepada Rabbnya.
Selengkapnya...

KETEGUHAN SEORANG ISTRI




Barangsiapa yang mengharapkan mati syahid dgn sepenuh hati, maka ALLAH akan memberikan
mati syahid kepadanya meskipun ia mati ditempat tidur (hadis).

Dunia hanya satu terminal dari seluruh fase kehidupan. Hanya Allah yang tahu rentang
usia seorang manusia.

Saya, Khadijah sebut saja demikian, menikah dengan Muhammad, 3 Oktober 1993.
Muhammad adalah kakak kelas saya di IPB. Selama menikah, suami sering mengingatkan
saya tentang kematian, tentang syurga, tentang syahid, dan sebagainya. Setiap kami
bicara tentang sesuatu, ujung2nya bicara tentang kematian dan indahnya syurga itu
bagaimana. Kalau kita bicara soal nikmatnya materi, suami mengaitkannya dengan
kenikmatan syurga yang lebih indah. Bahkan, berulang-ulang dia mengatakan, nanti
kita ketemu lagi di syurga. Itu mempunyai makna yg dalam bagi saya.

Hari itu, 16 Januari 1996, kami ke rumah orang tua di Jakarta. Seolah suami
mengembalikan saya kepada orang tua. Malam itu juga, suami saya mengatakan harus
kembali ke Bogor, karena harus mengisi diklat besok paginya. Menurutnya, kalau
berangkat pagi dari Jakarta khawatir terlambat.

Mendekati jam 12 malam, saya bangun dari tidur, perut saya sakit, keringat dingin
mengucur, rasanya ingin muntah. Saya bilang pada ibu saya, untuk diobati. Saya kira
maag saya kambuh. Saya sempat berpikir suami saya di sana sudah istirahat, sudah
senang, sudah sampai karena berangkat sejak maghrib. Saya juga berharap kalau ada
suami saya mungkin saya dipijitin atau bagimana. Tapi rupanya pada saat itulah
terjadi peristiwa tragis menimpa suami saya.

Jam tiga malam, saya terbangun. Kemudian saya shalat. Entah kenapa, meskipun badan
kurang sehat, saya ingin ngaji. Lama sekali saya menghabiskan lembar demi lembar
mushaf kecil saya. Waktu shubuh rasanya lama sekali. Badan saya sangat lelah dan
akhirnya tertidur hingga subuh. Pagi harinya, saya mendapat berita dari seorang
akhwat di Jakarta, bahwa suami saya dalam kondisi kritis. Karena angkutan yang
ditumpanginya hancur ditabrak truk tronton di jalan raya Parung. Sebenarnya waktu
itu suami saya sudah meninggal. Mungkin sengaja beritanya dibuat begitu biar saya
tidak kaget. Namun tak lama kemudian, ada seorang teman di Jakarta yang
memberitahukan bahwa beliau sudah meninggal. Inna lillahi wainna ilaihi rajiun.

Entah kenapa, mendengar berita itu hati saya tetap tegar. Saya sendiri tidak
menyangka bisa setegar itu. Saya berusaha membangun keyakinan bahwa suami saya mati
syahid. Saya bisa menasihati keluarga dan langsung ke Bogor. Disana, suami saya
sudah dikafani. Sambil menangis saya menasihati ibu, bahwa dia bukan milik kita.
Kita semua bukan milik kita sendiri tapi milik ALLAH.

Alhamdulillah ALLAH memberi kekuatan. Kepada orang2 yang bertakziah waktu itu, saya
mengatakan : “Doakan dia supaya syahid.. doakan dia supaya syahid”. Sekali lagi
ketabahan saya waktu itu semata datang dari ALLAH, kalau tidak, mungkin saya sudah
pingsan.

Seperti tuntunan Islam, segala hutang orang yang meninggal harus ditunaikan. Meski
tidak ada catatannya, tapi tanpa disadari, saya ingat sekali hutang2 suami. Saya
memang sering bercanda sama suami, “Mas kalau ada hutang, catat. Nanti kalau Mas
meninggal duluan saya tahu saya harus bayar berapa.” Canda itu memang se! ring
muncul ketika kami bicara masalah kematian. Sampai saya pernah bilang pada suami
saya, “kalau mas meninggal duluan, saya yang mandiin. Kalau mas meninggal duluan,
saya kembali lagi ke ummi, jadi anaknya lagi.” Semua itu akhirnya menjadi kenyataan.

Beberapa hari setelah musibah itu, saya harus kembali ke rumah kontrakan di Bogor
untuk mengurus surat2. Saat saya buka pintunya, tercium bau harum sekali. Hampir
seluruh ruangan rumah itu wangi. Saya sempat periksa barangkali sumber wangi itu ada
pada buah-buahan, atau yang lainnya. Tapi tidak ada. Ruangan yg tercium paling
wangi, tempat tidur suami dan tempat yg biasa ia gunakan bekerja.

Beberapa waktu kemudian, dalam tidur, saya bermimpi bersalaman dengan dia. Saya cium
tangannya. Saat itu dia mendoakan saya: “Zawadakillahu taqwa waghafara dzanbaki, wa
yassara laki haitsu ma kunti” (Semoga Allah menambah ketakwaan padamu, mengampuni
dosamu, dan mempermudah segala urusanmu di manasaja). Sambil menangis, saya balas
doa itu dengan doa serupa.

Semasa suami masih hidup, doa itu memang biasa kami ucapkan ketika kami akan
berpisah. Saya biasa mencium tangan suami bila ia ingin keluar rumah. Ketika kami
saling mengingatkan, kami juga saling mendoakan.

Banyak doa-doa yang diajarkan suami saya. Ketika saya sakit, suami saya menulis doa
di white board. Sampai sekarang saya selalu baca doa itu. Anak saya juga hafal. Saya
banyak belajar darinya. Dia guru saya yang paling baik. Dia juga bisa menjelaskan
bagaimana indahnya syurga. Bagaimana indahnya syahid.

Waktu saya wisuda, 13 Januari 1996 saya sempat bertanya pada suami, “Mas nanti saya
kerja di mana?” Suami diam sejenak. Akhirnya suami saya mengatakan supaya wanita itu
memelihara jati diri. Saya bertanya, “Maksudnya apa?”, “Beribadah, bekerja membantu
suaminya, dan bermasyarakat”. Saya berpikir bahwa saya harus mengurus rumah tangga
dengan baik. Tidak usah memikir! kan pekerjaan. Sekarang, setiap bulan saya hidup
dari pensiun pegawai negeri suami. Meskipun sedikit, tapi saya merasa cukup. Dan
rejeki dari ALLAH tetap saja mengalir. ALLAH memang memberi rejeki pd siapa saja,
dan tidak tergantung kepada siapa saja. Katakanlah meski suami saya tidak ada,tapi
rejeki ALLAH itu tidak akan pernah habis.

Insya ALLAH saya optimis dengan anak2 saya. Saya ingat sabda Nabi : “Aku dan
pengasuh anak yatim seperti ini”, sambil mendekatkan kedua buah jari tangannya. Saya
bukan pengasuh anak yatim, tapi ibunya anak yatim. Meski masih kecil-kecil, saya
sudah merasakan kedewasaan mereka. Kondisi yang mereka alami, membuat mereka lebih
cepat mengerti tentang kematian, neraka, syurga bahkan tentang syahid. Rezeki yg
saya terima, tak mustahil lantaran keberkahan mereka.
Selengkapnya...

TEMPAT MENCARI ILMU


dari mana kita memperoleh ilmu??

ıɹɐp ɐuɐɯ ɐʇıʞ ɥǝloɹǝdɯǝɯ nɯlı¿¿


Selengkapnya...

HINDARKAN DIRI DARI LAKNAT ALLOH SWT


Dalam Shohih Muslim Hadist 1919, sunan Nasa’i Hadist 4502, dan juga dalam Adabul Mufrod-nya Imam Bukhori hal. 17, terdapat cerita sahabat Ali r.a yang menyatakan bahwa dirinya pernah merasa diistimewakan oleh Nabi dengan apa yang ada dalam sarung pedangnya. Ternyata, apa yang ada dalam sarung pedangnya tersebut? Tidak lain adalah nasehat pitutur, acuan akhlaq dan moral atau boleh dikata pesan untuk “modal” melangsungkan pergaulan hidup manusia.
Dalam “pesan” tersebut, ada 4 perkara yang patut dan bahkan wajib diperhatikan.

Pertama: Alloh swt melaknat orang yang menyembelih hewan karena selain Alloh SWT. Kasus sesaji ala Yogja pasca gempa, kasus wadal ala Lapindo, kasus-kasus lain adalah cermin dari yang selain Alloh SWT. Bahkan Abdul Qodir Jaelani pun termasuk dalam makna selain Alloh SWT. Hal ini sebagaimana terdapat dalam Tafsir Ibnu Katsir jilid III halaman 747 pada bagian Food Noote, ketika Ibnu Katsir menjelaskan Q.S. 29:65,. Perilaku “perantara” itu sama juga dengan gambaran Musyrikin dahulu ketika “berperantara” pada berhala sebagaimana digambarkan Q.S. 39:3.

Ingatlah, hanya kepunyaan Alloh-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Alloh (berkata) : “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah SWT dengan sedekat-dekatnya.” Sesungguhnya Allah SWT akan memutuskan diantara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah SWT tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (Q.S. 39:3)

Padahal prinsip prilaku tauhid dalamIslam adalah sebagaimana gambaran Allah dalam Q.S. 6 : 162-163. Katakanlah:”Sesungguhnya sholatku, Ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan Semesta Alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri”.

Kedua: Bahwa Allah SWT melaknat orang yang mencuri atau memindah batas tanah. Bahkan dalam shohih Bukhori Hadist ke 1172 dan 1173 Rosululloh menggambarkan akibat bagi mereka yang menilap harta/tanah orang lain dengan membenamkannya ke lapis bumi yang paling dalam. Laknat ini pun berlaku bagi siapapun yang tanpa hak merampas dan atau menilap harta milik sesame. Menilap dan atau memindahkan hak milik orang lain menjadi milik pribadi tersebut semisal mengkorup harta Negara atau rakyat, menilap harta faqir miskin yatim piatu, menilap harta partai ataupun harta organisasi dan sejenis itu.

Yang ketiga: Pesan Nabi yang dianggap istimewa oleh sahabat Ali r.a adalah bahwa Allah melaknat orang yang mencaci ibu bapaknya. Boleh jadi dengan kita memaki orang tua orang lain, yang menjadi sebab orang lain memaki orang tua kita. Secara detail Adabul Mufrodnya Imam Bukhori pada hadist 9,11,13 dan 31. juga dalam shohih Muslim hadist ke 2181 yang menjelaskan tentang celakanya orang yang sempat mendapati keduanya dan atau salah satu orang tuanya telah renta, tetapi dia gagal menggapai surga Allah. Boleh dikata bersyukurlah bagi siapa yang “DITUMPANGI” orang tuanya disaat beliau sudah tua renta, sehingga dengan itu orang dapat menjadikan sebagai jalan menuju surga Allah SWT.

Dan yang ke empat : adalah bahwa Allah SWT melaknat orang yang melindungi dan atau mendukung ahli bid’ah dan kejahatan. Dalam hal ini, bahkan Imam Malik menyatakan bahwa “duduk” dengan pelaku ma’shiyat adalah lebih patut daripada “duduk” bersama dengan ahli bid’ah. Kenapa? Ternyata peluang taubatnya pelaku ma’shiyat adalah lebih mudah dan lebih terbuka dibandingkan dengan peluang taubatnya ahli bid’ah.

Sebab pelaku ma’shiyat lebih cenderung memperturutkan dorongan nafsu yang memungkinkan untuk dapat surut kembali pada kesadaran fitrahnya, akan tetapi ahli bid’ah ternayta lebih di dominasi oleh aspek kepercayaan yang salah kaprah. Semisal tahayul dan khurofat. Dan ini lebih sulit nerima ajaran agama yang sebenarnya, oleh sebab mereka lebih cenderung mengemukakan alas an yang diada-adakan.

Dari paparan singkat diatas, adakah kita termasuk dalam bagian yang TERLAKNAT? Jika “Ya” segera langsungkan Taubatan Nasuha, jika “Tidak” maka bersatulah bertahan diri di tengah maraknya kemusyrikan modern, perampasan dengan dalih RAB dan LJP, pencacian orang tua melalui perilaku tak sadar diri akan keturunan diri, dan perilaku bid’ah yang berpenampilan “hampir-hampir seperti agama yang sesungguhnya”.
Selengkapnya...